Proposal Penelitian Kuantitatif
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agar
pendidikan dapat berjalan secara efisien, kegiatan belajar mengajar di sekolah
idealnya harus mengarah pada kemandirian
peserta didik. Menurut teori konstruktivisme, peserta didik harus
menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya jika aturan-atura itu tidak
sesuai lagi. Hal ini didukung dengan perubahan kurikulum dimana guru dituntut
untuk menggunakan pendekatan, metode, dan model pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa. Untuk menjawab tantangan kurikulum tersebut dapat
diterapkan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran Discovery Learning.
Pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, tetapi sebagian atau seluruhnya
ditemukan sendiri. Pada pembelajaran discovery mengajarkan siswa untuk mencari
bahan ajar dari berbagai sumber yang ada sebelum guru memulai materi pembelajaran.
Kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.
Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa
konsep atau prinsip.
Dengan penggunaan
metode yang mendorong siswa untuk aktif, peran guru yang sangat kompleks dan
anggapan bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar dapat dihilangkan. Peran
guru adalah
sebagai pembimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Kondisi seperti ini akan merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Model Discovery learning
memungkinkan murid-murid menemukan konsep bagi diri mereka sendiri, dan
memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang
dimengerti mereka. Bruner mengatakan bahwa proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Dengan upaya ini, diharapkan siswa akan mampu berpikir secara sistematis
dan logis dalam memecahkan masalah yang ada.
Dari hasil pengamatan
sementara dan pengalaman penulis sebagai siswa, penulis beranggapan bahwa guru
Pendidikan Agama Islam cenderung menggunakan metode konvensional. Metode
tersebut kurang mendorong siswa untuk aktif dan memahami konsep meteri yang
diajarkan. Kondisi kelas menjadi kurang kondusif, siswa kurang terlibat aktif
baik dalam memerhatikan, mendengarkan, dan merasakan apa yang sedang
berlangsung, akibatnya tidak ada kesan yang cukup jelas mengenai materi yang
telah diajarkan dan prestasi yang dicapai kurang baik.
Siswa yang hanya
menerima dan menghafal materi akan kesulitan menjelaskan dengan bahasa yang
mudah dipahaminya, menerapkan, menemukan konsep, dan menganalisis permasalahan seputar materi yang
diajarkan. Siswa hanya terpaku dengan apa yang dijelaskan oleh guru tanpa ada
ruang untuk mengekspresikan dan mengemukakan pendapat serta menguji kebenaran
pendapatnya tersebut. Metode konvensional juga akan menghambat siswa yang
memiliki kecerdasan dan rasa ingin tahu yang tinggi karena sempitnya ruang yang
ia miliki untuk mengembangkan potensinya.
Dari hal di atas, dapat
dikatakan masalah tersebut penting untuk dicarikan solusinya agar permasalahan
tidak semakin berkepanjangan dan pelik. Mencetak siswa yang mampu, memahami
konsep dan teori, mengaplikasikan, menganalisis, dan mampu berpikir secara
sistematis dan logis dalam memecahkan masalah sangat penting. Selain itu,
seiring majunya teknologi dan tuntutan akan kebutuhan sumber daya manusia yang
handal serta upaya meningkatkan mutu pendidikan, penulis tertarik untuk
mengkajinya pada penelitian yang berjudul “MODEL DISCOVERY LEARNING
DALAM PEMBELAJARAN FIQIH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR LOGIS”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
penerapan model Discovery Learning dalam pembelajaran fiqih?
2.
Bagaimanakah
tingkat kemampuan berpikir logis siswa dalam pembelajaran fiqih?
3.
Adakah pengaruh
model Discovery Learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir logis
pada mata pelajaran fiqih?
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu:
1.
Untuk
mengetahui penerapan model Discovery Learning dalam pembelajaran fiqih.
2.
Untuk
mengetahui tingkat kemampuan berpikir logis siswa dalam pembelajaran fiqih.
3.
Untuk
mengetahui pengaruh model Discovery Learning dalam meningkatkan
kemampuan berpikir logis pada mata pelajaran fiqih.
D.
Kegunaan Hasil
Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun secara
praktis. Kedua manfaat ini diuraikan sebagai berikut:
1. Manfaat
teoritis
Untuk menambah pengetahuan penulis dalam melaksanakan penelitian
dan membuat karya ilmiah dalam rangka pengembangan khazanah keilmuan dan Bahan
informasi bagi para peneliti yang hendak mengadakan penelitian lebih lanjut.
2.
Manfaat praktis
a.
Bagi siswa
Dapat mendorong siswa
untuk lebih aktif ,mandiri, dan mampu berpikir secara logis dalam kegiatan
belajar, khususnya dalam bidang fiqih.
b.
Bagi guru
Memberikan
informasi pada guru untuk menggunakan discovery learning dalam proses
pembelajaran fiqih dan diharapkan mampu meningkatkan logika berpikir siswa.
c.
Bagi sekolah
Memberikan kontribusi pada sekolah
dalam rangka perbaikan proses kegiatan belajar mengajar dalam bidang Pendidikan
Agama Islam guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
A.
Deskripsi Teori
1.
Model Discovery
Learning
Model discovery learning merupakan rangkaian kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis dan logis sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.[1]
Pada pembelajaran ini siswa beralajar mencari dan menemukan sendiri. Guru
menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, tetapi anak didik
diberi peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan
teknik pendekatan pemecahan masalah.[2]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model discovery
learning merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru tidak
memberikan informasi secara langsung, tetapi siswa diberikan ruang untuk
menemukan informasi sendiri dengan bimbingan guru. Dengan penemuan tersebut
siswa akan kebih memahami konsep materi yang dipelajari.
Menurut Bruner sebagaimana dikutip
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, sistem pembelajaran itu bertujuan agar
hasil belajar dengan cara ini lebih mudah dihafal dan diingat, mudah ditransfer
untuk memecahkan masalah pengetahuan dan kecakapan anak didik dapat menumbuhkan
motivasi intrinsic, karena anak didik merasa puas atas usahanya sendiri.[3]
Metode inquiry discovery learning memiliki keunggulan dan
kelemahan. Adapun keunggulan metode inquiry discovery learning adalah
sebagai berikut:
a.
Menekankan pada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b.
Mampu melayani kebutuhan
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, sehingga siswa yang memiliki
kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam
belajar.
c.
Dapat membentuk
dan mengembangkan diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep
dasar dan ide-ide lebih baik.
d.
Mendorong siswa
untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
e.
Dapat
memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi.
Di samping kelebihan tersebut, model discovery learning
memiliki kelemahan, yaitu:
a.
Metode ini
menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.
b.
Metode ini tidak efisien untuk mengajar
jumlah siswa yang banyak.
c.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar
yang lama.
d.
Pengajaran discovery lebih
cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep,
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e.
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
2.
Pembelajaran
fiqih
Pembelajaran merupakan usaha untuk mencapai tujuan berupa kemampuan
tertentu. Pembelajaran juga merupakan usaha untuk terciptanya situasi belajar
sehingga yang belajar memperoleh atau meningkatkan pengetahuannya.
Fiqih artinya faham atau tahu. Menurut istilah fiqih adalah ilmu
yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalil yang
rinci. Fiqih ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan atau membahas atau memuat
hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur’an, As-Sunnah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fiqih merupakan salah
satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk
menyiapkan siswa untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengamalkan hukum
Islam yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya.
Ruang
lingkup pembelajaran fiqih meliputi keserasian, keselarasan, dan kesinambungan
antara hubungan manusia dengan Allah Swt, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam semesta. Adapun fokus pembelajaran fiqih adalah
dalam bidang ibadah, muamalah, dan jinayah.
3.
Keterampilan
berpikir logis
Berpikir secara logis adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan logika, rasional
dan masuk akal. Secara etimologi logika berasal dari kata logos yang mempunyai
dua arti 1) pemikiran 2) kata-kata. Jadi logika adalah ilmu yang mengkaji
pemikiran. Karena pemikiran selalu diekspresikan dalam kata-kata, maka logika
juga berkaitan dengan “kata sebagai ekspresi dari pemikiran”. Dengan berpikir
logis, kita akan mampu membedakan dan mengkritisi kejadian-kejadian yang
terjadi pada kita saat ini apakah kejadian-kejadian itu masuk akal dan sesuai
dengan ilmu pengetahuan atau tidak. Tidak hanya itu, seorang peserta didik juga
harus mampu berpikir kritis sehingga ia mampu mengolah fenomena-fenomena yang
diterima oleh sistem indera hingga dapat memunculkan berbagai pertanyaan yang
berkaitan dan menggelitik untuk dicari jawabannya.
Contohnya ketika seorang siswa atau peneliti melakukan metode ilmiah, maka pelaku
ilmiah ini harus melakukan kegiatan ilmiah ini dengan berpikir secara logis,
mulai dari saat pelaku ilmiah melakukan observasi/ pengamatan, merumuskan
masalah, menyusun hipotesis, melaksanakan penelitian, mengumpulkan data, mengolah
dan menganalisis data, hingga menarik kesimpulan. Seluruh proses kerja ilmiah
tersebut harus dikerjakan berdasarkan prinsip yang logis, rasional, dan masuk
akal agar dapat dipertanggungjawabkan.
B. Hasil penelitian terdahulu
Dari
hasil kajian pustaka terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan
penelti, ada beberapa skripsi yang terkait dengan tema penelitian.
Pertama, skripsi yang
berjudul “Efektivitas Metode Pembelajaran Inquiry Discovery
Learning Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Pai Pada Siswa Kelas Viii Semester
1 Smp Nu 01 Muallimin Weleri Tahun Pelajaran 2010-2011” ditulis oleh faridah mahasiswa fakultas tarbiyah UIN Walisongo
Semarang. Hasilnya menunjukkan bahwa model inquiry discovery learning
lebih efektif dibandingkan dengan model
konvensional (ceramah). Jenis dan pendekatan yang digunakan sama, yang
membedakan adalah teknik utama
pengumpulan data yang menggunakan metode tes dengan melakukan pre-test
dan post-test pada kelas kontrol dan kelas eksperimental, sedangkan
penulis menggunakan metode angket yang difokuskan pada informan. Selain itu
penilaian terhadap hasil belajar mencakup ketiga aspek, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik, sedangkan penulis hanya ranah kognitif, yaitu
peningkatan cara berpikir logis siswa.
Kedua,skripsi yang
ditulis oleh Reni Sintawati jurusan PAI fakultas Ilmu Tarbiyag dan Keguruan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2014 yang berjudul “Inplementasi Pendekatan
Sainstifik Model Discovery Learning pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam si
SMA Negeri 1 Jetis Bantul. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan dan
menganalisis secara kritis tentang penerapan model discovery learning
dalam pembelajaran PAI di SMA Jetis Bantul. Hasilnya menunjukkan bahwa
pendekatan saintifik model discovery learning pada pembelajaran PAI
dapat membuat siswa antusias mengikuti pembelajara, rasa ingin tahu berkembang,
aktif, berpusat pada siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah menggunakan jenis
penelitian kualitatif sedangkan penulis menggunakan penelitian kuantitatif.
C. Kerangka berpikir
Model
pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan keberhasilan belajar siswa.
Discovery learning merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga
pembelajaran akan lebih aktif. Pembelajaran akan mendorong siswa untuk
menemukan pemahaman sendiri dengan arahan guru, sehingga dapat melatih siswa
untuk berpikir secara sistematis dan logis.
D.
Hipoteis
penelitian
Pembelajaran
Discovery merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dan
mandiri. Keaktifan dan kemandirian siswa merupakan variabel penting dalam
pembelajaran karena hal tersebut dapat melatih siswa untuk menemukan konsep
yang ia temukan sendiri sehingga dapat melatih siswa untuk berpikir secara
sistematis dan logis.
Dari
deduksi teori tersebut penulis mengambil hipotesis bahwa model Discovery Learning dapat
meningkatkan keterampilan berpikir logis.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan
Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research) maksudnya, penelitian yang dilakukan di kancah atau medan
terjadinya gejala-gejala. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian langsung
di MTs Raudhatul Ulum untuk memperoleh data yang sebenarnya. Penulis mencermati
kegiatan belajar yang sengaja dibuat sesuai dengan rancangan sebelumnya. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif, karena data-data yang penulis peroleh di lapangan diolah
menggunakan rumus statistik. Dengan
demikian penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model discovery learning sebagai
variabel pengaruh terhadap cara berpikir logis siswa sebagai variabel
terpengaruh.
B.
Populasi dan
Sampel
Populasi merupakan keseluruhan subjek dalam penelitian. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa MTs Raudhatul Ulum yang berjumlah . Berikut
rician siswa Mts Raudhatul Ulum:
No
|
Kelas
|
Jumlah siswa
|
1.
|
Vii-a
|
40
|
2.
|
vii-b
|
37
|
3.
|
vii-c
|
38
|
4.
|
viii-a
|
38
|
5.
|
viii-b
|
36
|
6.
|
viii-c
|
36
|
7.
|
ix-a
|
42
|
8.
|
ix-b
|
40
|
9.
|
ix-c
|
40
|
Total
|
347
|
Karena populasi yang besar, penulis tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu. Oleh karena
itu penulis mengambil sampel dari populasi tersebut. Dalam menentukan sampel,
Menurut Suharsimi Arikunto apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik di
ambil semuanya, tetapi jika jumlah subjeknya lebih besar maka dapat diambil
antara 10% -15% atau 20-25%. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis mengambil
20% sampel dari jumlah populasi 347 siswa.
Adapun teknik sampling yang penulis gunakan adalah proportionate
stratifed random sampling. Proportionate stratifed random sampling
yaitu teknik sampling yang digunakan bila populasi mempunyai anggota atau unsur
yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional[4].
Penulis menggunakan teknik ini karena melihat adanya pengelompokan kelas yang
berdasarkan tingkat kemampuan (kepandaian) siswa. Karena populasi berstrata,
maka sampelnya juga berstrata. Strata ditentukan menurut kepandaian siswa.
Dengan demikian masing-masing sampel untuk setiap kelas diambil secara
proporsional sesuai dengan populasi.
No
|
Kelas
|
Populasi
|
Prosentase
|
Sampel
|
1.
|
Vii-a
|
40
|
20%
|
8
|
2.
|
vii-b
|
37
|
20%
|
7,4
|
3.
|
vii-c
|
38
|
20%
|
7,6
|
4.
|
viii-a
|
38
|
20%
|
7,6
|
5.
|
viii-b
|
36
|
20%
|
7,2
|
6.
|
viii-c
|
36
|
20%
|
7,2
|
7.
|
ix-a
|
42
|
20%
|
8,2
|
8.
|
ix-b
|
40
|
20%
|
8
|
9.
|
ix-c
|
40
|
20%
|
8
|
Jumlah yang pecahan dibulatkan ke atas, sehingga julah sampe
menjadi 8+8+8+8+8+8+9+8+8=73 siswa.
C.
Tata Variabel
Penelitian
Variabel
penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya.[5] Variabel
dari penelitian ini yaitu:
1.
Variabel bebas
atau independen (X)
Variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel terikat. Variabel independen dalam penelitian ini adalah model
discovery learning, dengan indikator:
a.
Berpusat pada
siswa (siswa aktif dan mandiri)
b.
Siswa menemukan
sebagian atau seluruh konsep yang ia pelajari
c.
Siswa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan masalah yang dihadapi sendiri
2.
Variabel
dependen (Y)
Variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir logis, dengan indikator:
a.
Mampu
mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan
b.
Membandingkan
dan menggabungkan konsep-konsep
c.
Mengidentifikasi
dan memecahkan masalah secara sistematis
D.
Definisi
Operasional
Definisi variabel operasional adalah pengertian variabel (dalam definisi konsep) tersebut, secara
operasional, secara praktik, secara riil, secara nyata dalam lingkup obyek
penelitian/obyek yang diteliti. Dalam
penelitian ini yang peneliti maksud dengan model discovery learning
adalah model pembelajaran dimana siswa memahami materi dan menemukan konsep
sendiri serta mencari jawaban dari masalah yang ditemuinya. Sedangkan
keterampilan berpikir logis merupakan kemampuan siswa untuk menguraikan teori,
memberikan contoh secara konkrit, dan mampu menganalisis masalah sesuai konsep
yang telah ia dapatkan. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
penerapan model discovery learning yang baik akan melatih dan
meningkatkan keterampilan berpikir logis siswa.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan
beberapa teknik, yaitu:
1.
Kuesioner
(Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan yang efisien bila
peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang
diharapkan dari responden.[6]
Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap model
discovery learning, khususnya pengaruh terhadap keterampilan berpikir
logis.
2.
Observasi
Observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses pengamatan
dan ingatan. Teknik ini digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku,
proses kerja, dan responden tidak terlalu besar.[7]
Teknik ini
penulis gunakan untuk menyelidiki proses belajar mengajar discovery learning
dalam upaya meningkatkan cara berpikir logis siswa, masalah yang mncul,
serta upaya yang dapat ditempuh pada proses belajar mengajar.
3.
Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan teknik yang dilakukan untuk memperoleh
data-data yang menunjang proses penelitian. Teknik ini penulis gunakan untuk
mendapatkan data nama dan jumlah siswa yang menjadi anggota populasi serta
untuk menentukan sampel. Teknik ini juga penulis gunakan untuk memperoleh data
guru dan karyawan, latar belakang orang tua siswa, asal daerah, serta sarana
dan prasarana yang tersedia untuk menunjang proses belajar mengajar.
F.
Analisis Data
Data
yang diperoleh dari hasil penelitian,
penulis analisis untuk mengetahui kebenarannya melalui analisis
kuantitatif. Analisis data ini dibagi menjadi tiga tahapan , yaitu:
1.
Analisis pendahuluan
Tahap analisis pendahuluan, data yang terkumpul disusun dalam tabel
distribusi frekuensi dari variabel-variabel penelitian.
2.
Analisis uji
hipotesis
Pada tahap analisis ini, yaitu
analisis untuk menguji hipotesis yang diajukan menggunakan rumus statistik.
Analisis ini merupakan kelanjutan dari analisis pendahuluan. Analisis uji
hipotesis ini penulis menggunakan analisis korelasi produck moment
menggunakan rumus sebagai berikut :
rxy =
Keterangan :
X =
Data tentang model pembelajaran
Y =
Data tentang keberhasilan belajar Pendidikan Agama Islam siswa
N =
Jumlah responden
ΣX =
Jumlah skor X
ΣY = Jumlah skor Y
ΣXY =
Jumlah perkalian antara X dan Y
rxy = Koefisien
korelasi antara X dan Y.
3.
Analisis
lanjutan
Analisis lanjut merupakan
kelanjutan dari analisis pendahuluan dan analisis uji hipotesis. Analisis ini
diperoleh setelah memperoleh nilai Ro (dari hasil analisis) dengan nilai Rt (dalam tabel), baik taraf signifikansi 5 %
atau 1%. Apabila nilai Ro lebih besar
atau sama dengan nilai Rt, berarti signifikan dan hipotesis diterima. Sedangkan
apabila nilai Ro lebih kecil dari nilai Rt, berarti tidak signifikan
dan hipotesis yang penulis ajukan ditolak.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D), Bandung, Alfabeta, 2015
Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zaain, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,
Jakarta, 2006
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, PT Grasindo, Jakarta,
2004
INSTRUMEN ANGKET
Nama :
Kelas :
Petunjuk : Bacalah pernyataan di bawah ini
dengan baik, dan berilah tanda centang (˅) pada kolom yang sesuai dengan diri
anda!
No
|
PERNYATAAN
|
SL
|
SR
|
KK
|
TP
|
Penerapan
Model Discovery Learning
|
|||||
1.
|
Model discovery
learning dapat mendorong siswa untuk aktif
|
||||
2.
|
Model discovery
learning menciptakan kemandirian dalam belajar
|
||||
3.
|
Model discovery
learning mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
|
||||
4.
|
Model discovery
learning mampu menciptakan situasi proses kegiatan belajar mengajar
menjadilebih merangsang
|
||||
5.
|
Dengan Model discovery
learning memudahkan siswa memahami materi yang diajarkan
|
||||
6.
|
Agar siswa
mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik dapat digunakan Model discovery
learning
|
||||
7.
|
Model discovery
learning dapat
membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan siswa lainnya
|
||||
8.
|
Model discovery learning mendorong siswa berpikir intuisi
dan merumuskan hipotesis sendiri.
|
||||
9.
|
Model
discovery learning memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi
|
||||
10.
|
Model discovery
learning
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
|
||||
Pengaruh
terhadap Keterampilan Berpikir Logis
|
|||||
11.
|
Saya apat
mengungkapkan konsep materi secara tulisan saat guru menggunakan model discovery learning
|
||||
12.
|
Dengan
model discovery learning saya dapat
mengungkapkan konsep materi secara lisan
|
||||
13.
|
Saya mampu
menghandirkan contoh dari konsep yang dipelajari secara konkrit setelah guru
menerapkan model discovery learning
|
||||
14.
|
Model discovery learning yang diterapkan
guru membantu saya dapat memberi jawaban dengan penjabaran yang rinci
|
||||
15.
|
Melalui model discovery learning saya tidak mengalami kesulitan
berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep
|
||||
16.
|
Saya dapat
menjawab pertanyaan yang diberikan setelah guru menyampaikan materi
menggunakan model discovery
learning
|
||||
17.
|
Melalui
model discovery learning saya dapat
membedakan konsep-konsep materi yang disajikan
|
||||
18.
|
Melalui model discovery
learning mendorong
saya mengajukan agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran
|
||||
19.
|
Saya
dapat melakukan generalisasi untuk mendapatkan pengetahuan baru tentang
alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
saat guru menggunakan model discovery
learning
|
||||
20.
|
Dengan
model discovery learning yang
diterapkan guru membuat saya dapat mengajukan hipotesis dari permasalahan
yang diberikan
|
Keterangan:
SL :
Selalu
SR :
Sering
KK :
Kadang-kadang
TP :
Tidak pernah
[1] W. Gulo, Strategi
Belajar Mengajar, PT Grasindo, Jakarta, 2004, hlm. 84.
[2] Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zaain, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,
Jakarta, 2006, hlm. 19.
[3]
Ibid, hlm. 23.
[4] Prof. Dr.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D), Bandung, Alfabeta, 2015, hlm. 120.
[5] Ibid,
hlm. 60.
[6]
Prof. Dr.
Sugiyono, op.cit, hlm. 199
Tidak ada komentar:
Posting Komentar